BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan
daerah, sebab daerah merupakan bagian internal dari suatu negara. Indonesia
merupakan negara kesatuan, dimana rencana pembangunan meliputi rencana nasional
maupun rencana regional. Pembangunan (ekonomi) nasional mempunyai dampak atas
struktur ekonomi nasional dan struktur ekonomi daerah. Pembangunan yang
berorientasi pada industri, menyebabkan prestasi sektor industri baik di
tingkat nasional maupun di tingkat daerah menjadi lebih meningkat. Hal ini
dapat dilihat pada variabel seperti pendapatan,kesempatan kerja,penyerapan
tenaga kerja,dan nilai tambah sebagai proporsi sebelumnya dalam struktur perekonomian
nasional maupun struktur perekonomian daerah selama kurun waktu tertentu.
Pembangunan nasional maupun pembangunan daerah berdampak pada peningkatan sektor-sektor perekonomian. Dan hal ini tidak lepas dari pembangunan sumber daya manusia dan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja merupakan masalah penting dalam pembangunan nasional maupun daerah. Tenaga kerja dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, maksudnya penyerapan tenaga kerja mendukung keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan.
1
|
Perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh banyaknya
tenaga kerja yang terserap pada sektor-sektor perekonomian, jumlah tenaga kerja
yang mengisi sektor-sektor perekonomian tersebut mengindikasikan potensi
sektor-sektor perekonomian. Semakin banyak jumlah tenaga kerja yang terserap
maka bisa dikatakan bahwa sektor tersebut mempunyai kontribusi besar terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional maupun domestik.
Sektor-sektor tersebut tidak hanya berkontribusi dalam
pembentukan produk nasional maupan domestik, tetapi juga memberikan lapangan
kerja utama bagi penduduk. Sektor-sektor perekonomian yang mampu menyerap
tenaga kerja dan dapat dijadikan indikasi pertumbuhan ekonomi nasional dan
domestik ada 9 (Sembilan) sektor yaitu : (1) sektor pertanian; (2) sektor
pertambangan dan penggalian; (3) sektor industri dan pengolahan; (4) sektor
listrik dan air; (5) sektor bangunan; (6) sektor perdagangan, hotel dan
restoran; (7) sektor angkutan dan komunikasi; (8) sektor keuangan dan
perusahaan; (9) sektor jasa-jasa.
Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor-sektor di
atas mampu memberikan kontribusi pada struktur perekonomian nasional. Besar
kecilnya tenaga kerja yang terserap menggambarkan pertumbuhan sektor-sektor
ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 1 berikut:
Tabel 1: Jumlah Penduduk Indonesia Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha Utama Tahun 2006-2008
No
|
Lapangan Usaha Utama
|
2006
|
2007
|
2008
|
1.
|
Pertanian
|
40.136.242
|
41.206.474
|
41.331.706
|
2.
|
Pertambangan dan
Penggalian
|
923.591
|
994.614
|
1.070.540
|
3.
|
Industri
|
11.890.170
|
12.368.729
|
12.549.376
|
4.
|
Listrik, Gas dan Air
Bersih
|
228.018
|
174.884
|
201.114
|
5.
|
Konstruksi
|
4.697.354
|
5.252.581
|
5.438.965
|
6.
|
Perdagangan
|
19.215.660
|
20 554 650
|
21.221.744
|
7.
|
Angkutan dan
Komunikasi
|
5.663.956
|
5.958.811
|
6.179.503
|
8.
|
Keuangan
|
1.346.044
|
1.399.940
|
1.459.985
|
9.
|
Jasa
|
11.355.900
|
12.019.984
|
13.099.817
|
Jumlah
|
95.456.935
|
99.930.217
|
102.552.750
|
Sumber : BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia,
Tahun 2006-2008
Pada tabel 1 diperoleh gambaran mengenai jumlah tenaga
kerja yang terserap oleh sektor-sektor ekonomi di Indonesia pada tahun 2006-2008.
Dari data tersebut sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar.
Pada tahun 2006-2008 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja sekitar 40-41
juta jiwa dari jumlah tenaga kerja di Indonesia. Kemudian diikuti oleh sektor
perdagangan yang mampu menyerap sekitar 19-21 juta tenaga kerja. Kemudian juga
diikuti oleh sektor jasa yang mampu menyerap sekitar 11-13 juta jiwa tenaga
kerja. Penyerapan tenaga kerja masing-masing sektor mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi nasional, besar kecilnya kontribusi tenaga kerja setiap sektor ekonomi
merupakan hasil perencanaan pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan salah
satu variable dalam struktur perekonomian nasional maupun perekonomian domestik
selama suatu kurun waktu tertentu.
Pada struktur perekonomian domestik jumlah tenaga kerja
yang terserap setiap sektor perekonomian menunjukkan tingkat pertumbuhan
ekonomi daerah tersebut. Sektor-sektor mana yang mampu menyerap tenaga kerja
terbesar menunjukkan bahwa sektor tersebut mampu menjadi sektor potensial untuk
daerah itu. Penyerapan tenaga kerja setiap sektor di berbagai daerah di
Indonesia tentunya berbeda-beda ,ini disebabkan perencanaan pembangunan di
setiap daerah juga berbeda. Tidak semua daerah di Indonesia memberikan
kontribusi positif terhadap perekonomian nasional. Pada penelitian ini penulis
akan menyajikan data tenaga kerja propinsi Sulawesi Selatan untuk dijadikan
gambaran mengenai keadaan penyerapan tenaga kerja di propinsi Sulawesi Selatan
dan nantinya dapat dianalisis untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian propinsi Sulawesi Selatan.
Tabel 2: Jumlah Penduduk Propinsi Sulawesi Selatan Berumur
15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2006-2008
No.
|
Lapangan Usaha Utama
|
2006
|
2007
|
2008
|
1.
|
Pertanian
|
1.469.418
|
1.580.962
|
1.613.949
|
2.
|
Pertambangan dan
Penggalian
|
12.251
|
13.321
|
16.817
|
3.
|
Industri
|
128.966
|
147.391
|
183.43
|
4.
|
Listrik, Gas dan Air
Bersih
|
3.197
|
5.537
|
4.48
|
5.
|
Konstruksi
|
99.865
|
125.726
|
137.388
|
6.
|
Perdagangan
|
439.047
|
566.397
|
578.961
|
7.
|
Angkutan dan
Komunikasi
|
155.976
|
185.397
|
214.592
|
8.
|
Keuangan
|
24.654
|
31.364
|
33.919
|
9.
|
Jasa
|
302.04
|
270.135
|
352.572
|
Jumlah
|
2.635.414
|
2.939.463
|
3.136.111
|
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan Dalam Angka, Tahun
2007-2009.
Pada tabel 2 diperoleh gambaran mengenai ketenagakerjaan
Propinsi Sulawesi Selatan, jumlah tenaga kerja per sektor di Propinsi Sulawesi Selatan
mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian daerah tersebut.
Sektor-sektor tersebut masing-masing memberikan kontribusi dengan proporsi
berbeda terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja di Propinsi Sulawesi Selatan. Pada
tabel 2 tersebut, sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar.
Pada tahun 2006-2008 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja sekitar 1,4-1,6
juta jiwa dari jumlah tenaga kerja di Propinsi Sulawesi Selatan. Kemudian
diikuti oleh sektor perdagangan yang mampu menyerap sekitar 400-500 ribu tenaga
kerja. Kemudian juga diikuti oleh sektor jasa yang mampu menyerap lebih dari 300
ribu jiwa tenaga kerja. Untuk itu perlu kita ketahui sektor-sektor perekonomian
yang menunjukan prestasi positif sesuai dengan sektor-sektor yang sama di
tingkat nasional, kemudian mengevaluasi kembali perencanaan dan strategi
pembangunan yang utamanya berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja setiap
sektor perekonomian.
Yang menjadi permasalahan utama nantinya adalah seberapa
jauh jumlah tenaga kerja di Propinsi Sulawesi Selatan meningkat atau terserap
apabila jumlah per sektor dan jumlah di tingkat nasional meningkat dengan laju
pertumbuhan ekonomi propinsi sama dengan laju pertumbuhan nasional. Masalah ini
juga berkaitan erat dengan peningkatan pembangunan daerah dan strategi
perencanaan yang matang, serta kemampuan pemerintah dalam melihat
pergeseran-pergeseran struktur ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dari tahun
ke tahun. Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis
mengambil judul “ANALISIS
STRUKTUR PEREKONOMIAN DITINJAU DARI SISI PENYERAPAN TENAGA KERJA PROPINSI
SULAWESI SELATAN”
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka permasalahan penelitian adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana struktur perekonomian ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja di Propinsi
Sulawesi Selatan ?
2.
Bagaimana pergeseran struktur perekonomian ditinjau dari sisi penyerapan tenaga
kerja di propinsi Sulawesi Selatan ?
C.
Tujuan
penelitian
Setiap aktifitas manusia
selalu diarahkan pada pencapaian tujuan. Tujuan penelitian mengacu pada rumusan
masalah, yakni dengan mencari jawaban atau pemecahan terhadap masalah pokok.
Adapun tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk menganalisa struktur perekonomian
ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja di Propinsi Sulawesi Selatan.
2. Untuk mengetahui pergeseran struktur
perekonomian ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja di Propinsi Sulawesi Selatan.
D.
Manfaat
Hasil Penelitian
Setelah selesainya penelitian
dan penulisan skripsi ini diharapakan bermanfaat untuk:
1. Bagi
pemerintah
Diharapkan
menjadi tambahan informasi sekaligus bahan evaluasi agar lebih memantapkan
peran perencanaan pembangunan daerah pada tahun-tahun mendatang.
2. Bagi
penulis
Penelitian
ini merupakan penerapan dari teori-teori akademis yang telah diperoleh selama
studi di perguruan tinggi , sekaligus sebagai tolok ukur pribadi tentang
keilmuan yang diterima selama ini, dan juga sebagai tugas akhir yang merupakan
syarat dalam meraih gelar kesarjanaan dalam bidang Pendidikan Ekonomi Program
Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi di Universitas Negeri Makassar.
3. Bagi
Peneliti Lainnya
Sebagai
bahan informasi untuk penelitian yang relevan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Perencanaan Ekonomi
a.
Definisi Perencanaan Ekonomi
Istilah perencanan pembangunan (ekonomi) sudah sangat
umum kita dengar dalam pembicaraan sehari-hari. Namun demikian, hampir semua
buku teks tentang perencanan memberikan pengertian yang berbeda-beda, dan
diantara para ekonom pun belum ada kesepakatan tentang pengertian istilah
perencanaan ekonomi tersebut.
Dalam Jhingan
(1999), dijelaskan beberapa pengertian perencanaan ekonomi menurut para ahli,
diantaranya:
1.
Prof.Robbins
Perencanaan Ekonomi adalah
“pengawasan atau pengendalian secara kolektif atas seluruh kegiatan swasta
dibidang produksi dan pertukaran”
2.
Hayer
Perencanaan berarti
“pengaturan kegiatan produktif oleh penguasa pusat”
3.
Dr.
Dalton
8
|
“perencanaan ekonomi dalam pengertian yang paling luas adalah pengaturan dengan sengaja oleh orang yang berwenang mengenai sumber-sumber kengiatan ekonomi kearah tujuan yang ditetapkan”.
4.
Lewis
Lordwin
Mengartikan
perencanaan ekonomi sebagai berikut: “suatu rencana pengorganisasian perekonomian dimana pabrik,
perusahaan, dan industri yang terpisah-pisah dianggap sebagai unit-unit terpadu
dari satu system tunggal dalam rangka memanfaatkan sumber yang tersedia untuk
mencapai kepuasan kebutuhan rakyat dalam waktu yang telah ditentukan”.
5.
Zweig
“perencanaan ekonomi
mencakup perluasan fungsi penguasa Negara sampai ke pengorganisasian dan pemanfaatan
sumber-sumber ekonomi”. perencanaan mengandung arti dan mengarah kepada pemusatan
perekonomian nasional.
6.
Dickison
Mengartikan
perencanaan sebagai: ”pengambilan keputusan utama ekonomi tentang apa dan
berapa banyak,bagaimana, bila, dan dimana akan diproduksi, serta buat siapa
akan dialokasikan, oleh badan pengambil keputusan yang berwenang atas dasar
pengamatan menyeluruh terhadap system perekonomian sebagai satu kesatuan”.
Walaupun tidak ada kebulatan
pendapat, namun perencanaan ekonomi sebagaimana difahami oleh sebagian ahli
ekonomi mengandung arti “pengendalian dan
pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa pusat untuk mencapai
suatu sasaran dan tujuan tertentu didalam jangka waktu tertentu pula”.
(Jhingan 1999:518)
Dalam Arsyad (1999:112)
“Perencanaan merupakan proses yang berkesinambungan dan mencakup
keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber
daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang”.
Berdasarkan
definisi tersebut berarti ada empat dasar perencanaan, yaitu:
a. Merencanakan berarti memilh
b. Perencanaan merupakan alat pengalokasian
sumber daya
c. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai
tujuan
d. Perencanaan untuk masa depan
Perencanaan sebenarnya merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dari waktu ke waktu dengan melibatkan kebijaksanaan dari
pembuat keputusan berdasarkan sumber daya yang tersedia dan disusun secara
sistematis.
Walaupun tidak ada kesepakatan diantara para ekonom
berkenaan dengan istilah perencanaan ekonomi, sebagian besar ekonom menganggap
perencanaan ekonomi mengandung arti pengendalian dan pengaturan perekonomian
dengan sengaja oleh pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu di
dalam jangka waktu tertentu pula.
b. Fungsi Perencanaan Ekonomi
Dalam beberapa buku literatur perencanaan pembangunan, pembahasan
tentang pentingnya perencanaan ini sering dikaitkan dengan pembangunan itu
sendiri. Dengan demikian, pembahasan tentang pentingnya aspek perencanaan yang
dikaitkan dengan aspek pembangunaan dapat diklasifikasikan menjadi dua topik
utama, yaitu:
a. Perencanaan sebagai alat dari pembangunan
b.Pembangunan
sebagai tolok ukur dari berhasil tidaknya perencanaan tersebut.
Perencanaan dianggap sebagai alat pembangunan karena
perencanaan memang merupakan alat strategis dalam menuntun jalannya
pembangunan. Suatu perencanaan yang disusun secara acak-acakan dan tidak
memperhatikan aspirasi sasaran, maka pembangunan yang dihasilkan juga tidak
seperti yang diharapkan.
Sementara itu Arsyad menjelaskan fungsi-fungsi
perencanaan sebagai berikut:
a.
Dengan perencanaan diharapkan terdapat suatu penghargaan, adanya pedoman bagi
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada tujuan pembangunan.
b.
Dengan perencanaan dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi, prospek-prospek
perkembangan, hambatan serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan
datang.
c.
Perencanaan memberikan kesempatan untuk diadakan pilihan yang terbaik.
d.
Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya
tujuan.
e.
Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan evaluasi.
c.
Proses Perencanaan Ekonomi
Proses perencanaan merupakan hal mendasar yang harus
diperhatikan oleh para pembuat
keputusan, adapun proses perencanaan ekonomi tersebut menurut Arsyad (1999)
dibagi ke dalam 4 tahap, yaitu:
1.
Pada tahap ini ditetapkan tujuan oleh para pemimpin politik, serta prioritas- prioritas
tujuan untuk mengarahkan para perencana jika terjadi konflik tujuan.
2.
Mengukur ketersediaan sumber daya yang langka selama periode perencanaan tersebut.
3.
Memilih upaya ekonomi yang ditujukan untuk mencari berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan nasional.
4.
Mengerjakan proses perencanan kegiata-kegiatan yang mungkin dan penting untuk
mencapai tujuan nasional tanpa terganggu adanya kendala-kendala sumber daya dan
organisasional. Hasil dari proses ini adalah strategi pembangunan atau rencana
mengatur kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama beberapa tahun
d.
Syarat - syarat Keberhasilan Suatu Perencanaan
Menurut Jhingan (2006) perumusan dan kunci
keberhasilan suatu perencanaan biasanya memerlukan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Prasyarat pertama bagi suatu perencanaan adalah pembentukan suatu komisi perencanaan yang harus diorganisir dengan
cara tepat.
b.
Perencanaan yang baik membutuhkan adanya analisis yang menyeluruh tentang
potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara beserta segala kekurangannya,
oleh karena itu pembentukan suatu jaringan kantor statistik dari pusat hingga
daerah yang bertugas mengumpulkan informasi dan data-data statistik menjadi
suatu kebutuhan utama.
c.
Penetapan berbagai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai hendaknya realistis dan
disesuaikan dengan kondisi Negara tersebut.
d. Penetapan
sasaran dan prioritas untuk pencapaian suatu tujuan perencanaan dibuat secara
makro dan sektoral.
e.
Dalam perencanaan ditetapkan adanya pembiayaan oleh pemerintah sebagai dasar
sumber daya yang tersedia.
f.
Suatu perencanaan hendaknya mampu menjamin keseimbangan perekonomian.
g.
Administrasi yang baik, efisien, dan tidak korup adalah syarat mutlak
keberhasilan suatu perencanaaan.
h.
Pemerintah harus menetapkan kebijakan pembangunan yang tepat demi berhasilnya
rencana pembangunan dan menghindari kesulitan yang mungkin timbul dalam proses
pelaksanaannya.
i.
Setiap usaha harus dibuat berdampak ekonomis dalam administrasi, khususnya dalam
pengembangan bagian-bagian departemen dan pemerintahan.
j.
Administrasi harus bersih dan efisien memerlukan dasar pendidikan yang kuat,
perencanaan yang berhasil harus memerhatikan standart moral dan etika
masyarakat.
k.
Dukungan masyarakat merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu
perencanaan didalam suatu negara yang demokratis, tanpa dukungan masyarakat tak
ada perencanaan yang dapat berhasil.
2. Pertumbuhan dan Pembangunan Wilayah
a. Teori
Pembangunan Wilayah
Menurut Rahardjo Adisasmita dalam Hadijah (2008), memberikan batasan bahwa: ”pembangunan
wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja
dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan,
transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan
perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan
daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan
pembangunan secara luas”.
Semua faktor tersebut adalah penting
tetapi masih dianggap terpisah-pisah satu sama lain dan belum menyatu sebagai
komponen yang membentuk basis untuk penyusunan teori pembangunan wilayah
(regional) secara komprehensif.
Dalam melaksanakan pembangunan
diperlukan landasan teori yang mampu menjelaskan hubungan korelasi antara
fakta-fakta yang diamati sehinggga dapat merupakan kerangka orientasi untuk
analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan
terjadi. Dengan semakin majunya studi-studi pembangunan ekonomi, banyak teori
telah diperkenalkan, dan teori-teori tersebut dapat digunakan sebagai landasan
untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah. Beberapa teori didalam
pembangunan wilayah yang lebih dikenal adalah pemikiran-pemikaran menurut
beberapa aliran dalam Ilmu Ekonomi (misalnya Klasik, Neo Klasik, Harrod-Domar, Keynes dan Pasca
Keynes), teori basis ekspor, teori sektor, struktur industri dan pertumbuhan
wilayah, dan teori kausasi kumulatif.
b. Teori Pertumbuhan
Sektoral (sektor theory of growth)
Setiap wilayah yang mengalami
perkembangan, meliputi siklus jangka pendek dan jangka panjang. Faktor-faktor
dalam analisis perkembangan jangka pendek yang umumnya digunakan adalah
penduduk, tenaga kerja, upah, harga, dan teknologi serta distribusi penduduk. Sedangakan
laju pertumbuhan jangka panjang biasanya diukur menurut keluaran (output) dan
pendapatan. Pada umumnya kita sependapat bahwa pertumbuhan dapat terjadi
sebagai akibat dari faktor-faktor penentu endogen maupun eksogen, yaitu
faktor-faktor yang terdapat di wilayah yang bersangkutan atau faktor-faktor
diluar wilayah atau kombinasi dari keduanya.
Salah satu teori pertumbuhan wilayah
yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasar
hipotesis Clark-Fisher yang
mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan perkapita akan dibarengi oleh penurunan
dalam proporsi sumber daya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor
primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan
kemudian dalam industri jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor
yang mengalami perubahan (sektor shift).
Dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.
Alasan dari perubahan atau pergeseran
sektor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada
sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari permintaan untuk barang dan
jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih
tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat
akan di ikuti oleh perpindahan (realokasi) sumber daya dari sektor primer ke
sektor manufaktur dan jasa. Sisi penawaran, yaitu realokasi sumber daya tenaga
kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan dari tingkat
pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut. Kelompok sektor-sektor
sekunder dan tersier menikmati kemajuan yang lebih besar dalam tingkat
produktivitas. Hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas
yang lebih cepat (kombinasi keduanya misalnya dalam skala ekonomi). Karena
produktivitas yang lebih tinggi baik untuk tenaga kerja maupun untuk modal, dan
pengahasilan yang lebih tinggi tersebut
memungkinkan untuk melakukan realokasi sumber daya.
Tingkat pertumbuhan produktivitas
tergantung pada inovasi dan kemajuan teknik ataupun skala ekonomi. Bila
produktivitas lebih tinggi dalam industri-industri, permintaan terhadap
produk-produknya akan meningkat cepat, maka terdapat kausalitas “produktivitas
harga rendah permintaan bertambah luas”, bukan sebaliknya.
Terjadinya perubahan atau pergeseran
sektor dan evaluasi spesialisasi (pembagian kerja) dipandang sebagai sumber
dinamika pertumbuhan wilayah. Suatu perluasan dari teori sektor ini adalah
teori tahapan (stages theory), yang
menjelaskan bahwa pembangunan wilayah adalah merupakan proses evolusioner internal dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a.
Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya
terdapat sedikit investasi dan perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja
pada sektor pertanian.
b.
Dengan kemajuan transformasi di wilayah bersangkutan akan
mendorong perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat
sederhana (tradisional) untuk memenuhi kebutuhan para petani.
c.
Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah, maka
wilayah yang maju akan memproriotaskan pada pengembangan sub sektor tanaman
pangan, selanjutnya di ikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan.
d.
Industri sekunder berkembang, pada permulaan mengolah
produk-produk primer, kemudian diperluas dan semakin berspesialisasi.
e.
Pengembangan industri tersier (jasa) yang melayani permintaan
dalam wilayah maupun di luar wilayah.
c. Perubahan
Struktur Ekonomi
Pembangunan ekonomi sebagai
proses transisi yang dalam perjalanan waktu ditandai dengan transformasi
multidimensional yang menyangkut pada perubahan struktur ekonomi. Perubahan
ataupun pergeseran (shift) dalam
struktur ekonomi berkisar pada segi akumulasi (perihal pengembangan
sumber-sumber daya produksi secara kuantitatif dan kualitatif), dan segi
distribusi (pola pembagian dalam kehidupan masyarakat).
Perubahan pada struktur ekonomi
terlihat dari perkembangan mengenai komposisi produk nasional yang menunjuk
pada peranan sektor produksi primer, sektor sekunder, sektor tersier dan
sumbangan masing-masing sektor terhadap pembentukan produk nasional atau
pendapatan nasional. Dengan melihat pada penduduk dan lapangan pekarjaan usaha
(mata pencaharian) menurut sektor-sektor kegiatan ekonomi, maka kita dapat
memperoleh gambaran tentang proporsi setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja.
Sebagaimana menurut M. Dawam
Rhardjo dalam Hadijah (2008), pergeseran struktur ekonomi dapat dilihat melalui
tiga hal, yaitu: (1). Sumbangan sektor pertanian secara relatif akan merosot,
sedangkan sektor lain peranannya semakin besar dalam produk nasional, (2).
Mereka yang bekerja pada sektor pertanian secara absolute jumlahnya bisa
meningkat, namun persentasenya dalam jumlah lapangan kerja secara keseluruhan
akan semakin mengecil. Sebaliknya bagian yang bekerja pada sektor lain akan meningkat,
(3). Sifat produksi disemua bidang akan berubah secara total yaitu menjadi
lebih bersifat industri.
Dalam penelitiannya, menurut
Kuznets, pergeseran struktur ekonomi ditandai oleh menurunnya kontribusi (share) sektor pertanian terhadap produksi atau output
nasional, sebaliknya sumbangan sektor industri meningkat. Dan menurut Clark,
yang telah mengumpulkan data statistic menenai persentase tenaga kerja yang
bekerja menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita suatu Negara,
makin kecil peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja,
sebaliknya sektor industri makin penting peranannya dalam menampung tenaga
kerja.
Untuk mengetahui corak perubahan struktur ekonomi dalam perkembangan
ekonomi pada masa lalu, Kuznets mengumpulkan data mengenai sumbangan berbagai sektor
kepada produksi nasional di tiga belas Negara maju dengan kesimpulan: (a). sektor
pertanian produksinya mengalami perkembangan lebih lambat dari perkembangan
produk nasional, sedangkan (b). tingkat pertambahan produksi industri lebih
cepat dari tingkat pertambahan penduduk nasional, (c). tidak adanya perubahan
dalam peranan sektor jasa-jasa dalam produksi nasional berarti perkembangan sektor
jasa-jasa sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional.
Melihat dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pergeseran struktural secara umum mengarah pada: (1). Peranan sektor pertanian
terhadap produk nasional secara relative harus menurun, sedangkan kontribusi
dari sektor-sektor lainnya terkhusus pada sektor industri makin besar
peranannya, (2). Semakin kecil persentase yang bekerja pada sektor pertanian
dan mereka yang bekerja diluar sektor pertanian persentasenya semakin
meningkat.
d.Teori
Basis Ekonomi
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan
barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan perindustrian yang menggunakan
sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan
menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation).
Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada
teori ini adalah penekanan terhadap arti pentingnya bantuan (aid) kepada
dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional.
Implementasinya kebijakan yang mencakup pengurangan hambatan atau batasan
terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan
didirikan di daerah itu.
e. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan
Penyerapan Tenaga Kerja
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya merupakan suatu
proses yang berkesinambungan antara sektor-sektor ekonomi sehingga dengan
terciptanya pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan dan pada akhirnya meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam suatu
proses pembangunan ekonomi mencakup aktifitas ekonomi yang mengupayakan
pengoptimalan penggunaan faktor-faktor ekonomi yang tersedia sehingga
menciptakan nilai tambah ekonomis, salah satu faktor ekonomi yang dimaksud
adalah tenaga kerja.
Robert Solow, mengintrodusir pentingnya faktor tenaga
kerja dalam pembangunan ekonomi. Solow mengkritik formulasi Harod-Domar dari
kelompok Keynesian yang hanya menggunakan pendekatan akumulasi modal terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dengan asumsi pertumbuhan tenaga kerja ditentukan secara
eksogen dalam pertumbuhan ekonomis, solow menjabarkan bahwa ketika stok modal
tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dari pertumbuhan tenaga
kerja, maka jumlah pertambahan modal yang diciptakan oleh setiap tenaga kerja
akan meningkat.
Jika Solow menjelaskan hubungan antar pertumbuhan ekonomi
dengan faktor tenaga kerja melalui pendekatan output perkapita, lain halnya
dengan Simon Kuznets, yang menggunakan pendekatan pendapatan perkapita. Kuznets
menjabarkan adanya trade off antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi yang
merata dalam pendapatan perkapita. Kuznets juga menekankan bahwa untuk mengukur
formasi modal adalah tidak tepat dan tidak efisien bila hanya kepada modal
fisik dan modal tetap lainnya.
Pemikiran yang
hampir sama dikemukakan oleh Athur Lewis, dimana struktur ekonomi dibagi atas sektor
kapitalis dan sektor subsistem. Dalam analisis Lewis digunakan asumsi dasar bawha
surplus tenaga kerja terjadi disemua sektor terutama pada sektor subsistem atau
pertanian. Lewis menyebutkat bahwa sektor kapitalis menggunakan reproducible capital dan mendapatkan
keuntungan dari penggunaan factor ini sedangkan sektor subsistem menggunakan
tenaga kerja tersendiri (family labor)
dan tanah sebagai factor produksi utama. Dalam hal upah, pemikiran Lewis
sejalan dengan pemikiran Kuznets dimana upah pada sektor kapitalis ditentukan
sebesar tingkat pendapatan disektor subsistem.
Dari pemikiran Kuznets maupun Lewis tersebut tampak bahwa sektor
tradisional atau sektor subsistem atau juga sektor pertanian memiliki peranan
yang cukup besar dalam proses pembangunan terutama dalam hal menyerap tenaga
kerja. Walaupun demikian dalam berbagai pemikiran tersebut sektor pertanian
seakan menjadi sektor yang sekunder dalam pembangunan. Pemikiran Schultz yang
kemudian menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian. Schultz mengambil
kesimpulan bahwa faktor manusia jauh lebih dominan kontribusinya terhadap
pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi.
Dudley Seers, Ekonom dan kelompok strukturalis mengemukakan bahwa tolok
ukur pembangunan ekonomi tidak saja pada peningkatan pendapatan perkapita
tetapi hendaknya juga disertai oleh baiknya distribusi pendapatan, menurunnya
angka kemiskinan dan pengangguran. Kemudian Gunnar Myrdal yang mengemukakan
tentang backwash effect Negara-negara
maju terhadap Negara-negara miskin. Myrdal mengemukakan bahwa hubungan ekonomi
antara Negara maju dengan Negara yang belum maju menimbulkan ketimpangan
internasional dalam pendapatan perkapita dan kemiskinan. Hal ini disebabkan
oleh kemajuan ilmu dan teknologi, kehadiran pasar yang lebih luas dan
konsentrasi modal keuangan yang terjadi di Negara-negara maju.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah yang paling mendasar
dalam ketenagakerjaan dan pembangunan ekonomi adalah masalah Supply-Demand dalam pasar tenaga kerja.
f. Hubungan
Pertumbuhan Ekonomi, Perubahan Struktur Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Pertumbuhan pendapatan
nasional akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari
ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama beralih ke ekonomi
modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri
pengolahan.
Dapat dilihat
sebagai suatu hipotesis bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata
pertahun membuat semakin tinggi peningkatan pendapatan masyarakat perkapita,
semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa factor-faktor
penentu lain seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi mendukung proses
tersebut.
Transformasi struktural
merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan
penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi kelanjutan pembangunan.
Pada kenyataannya,
pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur
tenaga kerja yang berimbang. Artinya titik balik untuk aktivitas ekonomi
tercapai lebih dahulu dibanding titik balik penggunaan tenaga kerja. Sehingga
terjadi masalah-masalah yang seringkali diperdebatkan diantaranya apakah pangsa
PDB sebanding dengan penurunan pangsa serapan tenaga kerja sektoral dan industri
mana yang berkembang lebih cepat, agroindustri atau industri manufaktur.
Apabila transformasi kurang seimbang dikhawatirkan akan terjadi proses
pemiskinan dan eksploitasi sumber daya manusia pada sektor primer.
Proses perubahan
struktur perekonomian di Indonesia ditandai dengan: (1). Merosotnya pangsa sektor
primer (pertanian), (2). Meningkatnya pangsa sektor sekunder (industri), (3).
Pangsa sektor jasa kurang lebih konstan, tetapi kontribusinya akan meningkat
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Dalam menganalisis
struktur ekonomi terdapat dua teori utama, yaitu teori Athur Lewis (teori
migrasi) dan Hollins Chenery (teori transformasi struktural). Dalam teorinya,
Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu Negara pada dasarnya terbagi
menjadi dua yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi oleh sektor
pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor
utama. Di pedesaan, pertumbuhan penduduknya tinggi sehingga terjadi kelebihan
penawaran tenaga kerja. Akibat over
supply tenaga keraja ini, tingkat upah menjadi sangat rendah. Sebaliknya,
di perkotaan, sektor industri mengalami kekurangan tenaga kerja. Hal ini
menarik banyak tenaga kerja pindah dari sektor pertanian kesektor industri
sehingga terjadi suatu proses migrasi dan urbanisasi. Selain itu tingkat
pendapatan di Negara bersangkutan meningkat sehingga masyarakat cenderung mengkonsumsi
berbagai macam produk industri dan jasa. Hal ini menjadi motor utama
pertumbuhan output di sektor-sektor non pertanian.
Teori Chenery
memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi
disuatu Negara yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor
industri sebagai mesin utama pertumbuahan ekonomi.
g. Paradigma
Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Teori pembangunan seperti yang telah diutarakan, tidak
mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi begitu kompleks.
Oleh karena itu suatu pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan
dirumuskan disini untuk kepentingan perencanaan ekonomi daerah. Pendekatan ini
merupakan sintesa dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah ada.
Pendekatan ini memberikan dasar bagi kerangka pikir dan rencana tindakan yang akan
diambil dalam konteks pembangunan ekonomi daerah.
Tabel 3: Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Komponen
|
Konsep Lama
|
Konsep Baru
|
Kesempatan kerja
|
Semakin banyak
perusahaan = Semakin banyak peluang.
|
Perusahaan harus
mengembangkan pekerjaan yang sesuai dengan penduduk daerah.
|
Basis Pembangunan
|
Pengembangan sektor
ekonomi.
|
Pengembangan
lembaga-lembaga baru
|
Aset-Aset Lokasi
|
Keunggulan kompetitif
didasarkan pada aset fisik.
|
Keunggulan kompetitif
didasar kan pada kualitas lingkungan.
|
Sumber Daya
Pengetahuan
|
Ketersediaan
angkatan kerja
|
Pengetahuan sebagai
pembangkit ekonomi
|
(Arsyad,1999).
3.
Teori Pertumbuhan dan Pembangunan
Ekonomi
Pada bagian ini akan dibahas teori-teori mengenai
faktor-faktor yang menimbulkan dan menentukan laju pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi, adapun teori-teori tersebut antara lain :
a. Adam
Smith
Adam Smith membagi tahapan
pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang dimulai dari masa perburuan, masa
beternak, masa bercocok tanam, perdagangan, dan tahap perindustrian. Menurut
teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional kemasyarakat
modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin
terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Adam Smith
memandang pekerja sebagai salah satu input bagi proses produksi, pembagian
kerja merupakan titik sentral pembahasan dalam teori ini, dalam upaya
peningkatan produktifitas kerja. Dalam pembangunan ekonomi modal memegang
peranan penting. Menurut teori ini, akumulasi modal akan menentukan cepat atau
lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Proses
pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu
sama lainnya. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan
daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan
spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi
yang semakin cepat. Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada
akhirnya harus tunduk pada fungsi
kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi.
b. Whilt
Whitman Rostow
Menurut Rostow, proses
pembangunan ekonomi bisa dibedakan kedalam 5 tahap yaitu “masyarakat
tradisional ( the traditional society ), prasyarat untuk tinggal landas (the
preconditions for take off), tinggal landas (take off), menuju
kedewasaan (the drive maturity) dan masa konsumsi tinggi ( the age of
high mass consumption)”.
c. Friedrich
List
Menurut List, dalam bukunya
yang berjudul Das Nationale der Politispvhen Oekonomie (1840), sistem
liberal dengan slogan laizzes-faire dapat
menjamin alokasi sumber daya secara optimal. Perkembangan ekonomi menurut List
melalui 5 tahap yaitu: tahap primitif, beternak, pertanian, industri pengolahan
(Manufacturing), dan perdagangan.
d. Harrod-Domar
Teori ini menganggap setiap
perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan
nasionalnya jika untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun demikian
untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru
sebagai tambahan stok modal. Rasio modal output (COR) sebagai suatu hubungan
antara investasi yang ditanamkan dengan pendapatan tahunan yang dihasilkan dari
investasi tersebut (Arsyad,1999)
4. Ketenagakerjaaan
a. Pengertian tenaga kerja
Sebelum menguraikan defenisi atau pengertian tenaga
kerja, untuk memudahkan pemahaman kita, maka perlu mengetahui skema atau bagan
komposisi penduduk berikut:
Penduduk
|
Bekerja
|
Bukan Angkatan Kerja
|
Angkatan Kerja
|
Menerima Pandapatan
|
Tenaga Kerja
|
Bukan Tenaga Kerja
|
Menganggur
|
Sekolah
|
Mengurus Rumah
|
Gambar
1 : Bagan Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja
Komposisi penduduk sebagaimana terlihat pada gambar 1,
bahwa penduduk terbagi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja, kemudian tenaga
kerja terbagi dua juga yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, dan
angkatan kerja mencakup penduduk yang sudah bekerja dan penduduk yang sedang
mencari pekerjaan atau masih menganggur.
Dalam menguraikan tentang tenaga kerja sebagai salah
satu faktor penunjang dalam pengembangan ekonomi, akan dikemukakan beberapa pengertian
tentang tenaga kerja yaitu :
a) Tenaga kerja ditinjau dari segi hukum adalah “setiap orang yang mampu melaksanakan
pekerjaan, baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa
atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.
b) Tenaga kerja ditinjau dari segi demografi adalah “setiap orang atau
penduduk yang termasuk golongan umur 10 tahun keatas”. Berarti mulai umur
tersebut sudah dianggap mampu untuk melaksanakan pekerjaan.
c) Tenaga kerja ditinjau dari segi ekonomi adalah “seseorang atau sejumlah
orang yang secara langsung turut serta memberikan pengorbanan berupa kemampuan
tenaga maupun pikiran dalam proses produksi dan berhak menerima upah sebagai
balas jasa benda atau jasa-jasa yang dihasilkannya”.
Dalam pasal 1 poin 2 Undang-Undang No 13 Tahun 2008
tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa
tenaga kerja adalah “setiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat”.
Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang No.13
Tahun 2003 telah melengkapi pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang No.14
Tahun 1969 tentang ketentuan pokok ketenagakerjaan
yang memberikan pengertian bahwa tenaga kerja adalah “setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.
Selanjutnya, Subri dalam Assad (2008:6) mengemukakan bahwa pengertian
tenaga kerja adalah: “penduduk dalam usia kerja (berusia 15-65 tahun) atau
jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan
jasa, dan jika jika ada permintaan terhadap tenaga kerja, mereka mau
berpartisipasi dalam kegiatan tersebut”.
Pengertian tenaga kerja bukan hanya diartikan sebagai
jumlah populasi penduduk yang digunakan dalam
proses produksi tetapi juga kemahiran yang dimiliki dan kemampuan tenaga kerja
tersebut untuk berpikir dan bekerja.
Dalam hal ini tenaga kerja dibedakan atas:
a. Tenaga kerja tidak terdidik yaitu tenaga kerja yang
tidak mempunyai pendidikan dan daya kerjanya hanya berasal dari jasmaninya.
Contoh: penarik becak, penjaga toko.
b. Tenaga kerja terlatih yaitu tenaga kerja yang telah
memperoleh sedikit pendidikan atau latihan dibidang tertentu, seperti tukang
kayu
c. Tenaga kerja terdidik yaitu tenaga kerja yang telah
memperoleh pendidikan dalam bidang tertentu, seperti Guru, Dosen dan berbagai
jenis tenaga teknik lainnya.
b. Pengertian Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah bagian dari
tenaga kerja, dimana angkatan kerja merupakan jumlah tenaga
kerja yang bekerja dan pencari kerja. Untuk lebih jelasnya pengertian angkatan
kerja menurut beberapa ahli seperti Husni (2006) yang memberikan defenisi
sebagai berikut “angkatan kerja adalah bagian dari penduduk (usia kerja) baik
yang bekerja maupun yang mencari pekerjaan (penganggur)”. Defenisi ini mengandung
makna bahwa angkatan kerja adalah semua penduduk yang telah mencapai usia
kerja.
Suroto (1992) mendefenisikan angkatan kerja sebagai
berikut : “angakatan kerja adalah sebagian dari jumlah penduduk dalam usia
kerja yang mempunyai pekerjaan dan yang tidak mempunyai pekerjaan tapi secara
aktif atau pasif mencari pekerjaan. Dengan kata lain juga dapat dikatakan bahwa
angkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan bersedia melakukan
pekerjaan”.
Menurut badan pusat statistik (BPS)
angkatan kerja adalah “mereka yang berumur 10 tahun keatas dan selama seminggu
yang lalu mempunyai pekerjaan maupun tidak tetapi sedang mencari pekerjaan”.
c. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja adalah suatu keadaan
yang menggambarkan tersedinya lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari
kerja. Pengertian kesempatan kerja pada dasarnya dapat dilihat dari banyaknya
penduduk yang bekerja pada suatu waktu tertentu
ataupun pada tempat tertentu. Untuk memudahkan kita dalam memahami
pengertian kesempatan kerja, berikut ini dituliskan pendapat beberapa ahli,
antara lain:
1)
Sudarsono
Mengatakan bahwa “Kesempatan kerja
menggambarkan besarnya rumah tangga perusahaan dalam mempekerjakan tenaga kerja
yang dibutuhkan dalam proses produksi”.
2)
Sadono Sukirno
Kesempatan kerja adalah “ perekonomian dimana semua
kapasitasnya ada didalam penggunaan penuh, dikatakan bahwa perekonomian
tersebut ada dalam keadaan Full
Employment, sedangkan perekonomian dimana ada sebagian kapasitas
produksinya tidak dipakai disebut keadaan under
employment”
Dari pengertian tersebut dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa besar kecilnya tingkat kesempatan kerja sangat
dipengaruhi oleh produksi suatu negara. Hal ini dapat terjadi apabila
peningkatan produksi nasional lebih besar dari pada laju pertumbuhan penduduk
daerah tersebut. Namun bukan berarti dapat memberikan jaminan bagi terciptanya
kesempatan kerja yang tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga agar tingkat
kesempatan kerja pada posisi yang diinginkan, maka persediaan tingkat lapangan
usaha yang bersifat padat karya dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil
sehingga pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat teratasi, walaupun tidak secara
keseluruhan.
d. Pasar Tenaga Kerja
Pasar Tenaga Kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku untuk
mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja, atau proses terjadinya
penempatan dan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan penempatan tenaga
kerja. Pelaku-pelaku yang dimaksud di sini adalah pengusaha, pencari kerja dan
pihak ketiga yang membantu pengusaha dan pencari kerja untuk dapat saling
berhubungan.
Penawaran tenaga kerja berasal dari
pencari kerja atau rumah tangga konsumen. Kurva penawaran ini memiliki slope
positif, yang berarti semakin tinggi upah yang ditawarkan, maka semakin besar
pula penawaran tenaga kerja dan sebaliknya.
Sementara, permintaan tenaga kerja
berasal dari perusahaan pemberi kerja atau rumah tangga produksi. Kurva
permintaan memiliki slope yang negatif, yang berarti semakin tinggi upah, maka
semakin kecil permintaan terhadap tenaga kerja dan sebaliknya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 2:
D S
W1
W
E
S D
L1 L L2
Gambar 2: Kurva Permintaan dan
Penawaran Tenaga Kerja
Keterangan
:
D
: Permintaan tenaga kerja
S
: Penawaran tenaga kerja
W
: Tingkat Upah
L
: Tenaga Kerja
E
: Titik equilibrium
Perpotongan
kurva permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja akan menentukan
keseimbangan pasar tenaga kerja. Jika upah yang berlaku di pasar lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat upah yang berlaku pada kondisi keseimbangan maka
akan menimbulkan terjadinya pengangguran. Menurut kaum Neoklasik cara untuk
menurunkan pengangguran adalah dengan menurunkan upah yang berlaku di pasar,
sedangkan menurut kaum Keynesian cara untuk menghapus pengangguran adalah
dengan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke atas. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan sulitnya upah untuk turun adalah (a) keberadaan serikat pekerja,
(b) penentuan upah minimum, dan (c) adanya program subsidi. Di tingkat
regional, jika upah yang berlaku di pasar lebih tinggi daripada upah keseimbangan
pasar akan menyebabkan berbagai kemungkinan, yaitu (a) turunnya upah riil dan
(b) bekerjanya efek pendapatan-pengeluaran. Pada pendekatan ke-2 tersebut
penyesuaian pasar tenaga kerja bisa terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu (a)
perusahaan menurunkan stok tenaga kerja dengan mempertahankan tingkat upah
tetap, (b) perusahaan akan menurunkan upah dengan tetap mempertahankan tingkat
penggunaan tenaga kerja pada kondisi sekarang dan (c) perusahaan akan
menurunkan upah dan penggunaan tenaga kerja sekaligus.
Penyesuaian
upah dalam jangka pendek tergantung ke mana output tersebut akan dijual oleh
perusahaan. Pada perusahaan yang produksinya hanya dijual ke pasar domestik
maka perusahaan akan mengurangi penggunaan tenaga kerja dan terkadang juga
perusahaan akan menurunkan juga upah pekerja atau melakukan keduanya sekaligus.
Bagi perusahaan yang output-nya sebagian besar diekspor maka penurunan upah
regional hanya akan berpengaruh kecil terhadap output pasar secara keseluruhan.
Bagi perusahaan ini, adanya penurunan upah berarti bahwa wilayah tersebut
secara aktual menjadi lebih menarik untuk perluasan output.
Dalam jangka panjang, terjadinya penurunan upah
tenaga kerja di tingkat regional akan mendorong perusahaan untuk meningkatkan
stok modalnya. Secara
regional hal ini akan menyebabkan pergeseran ke kanan kurva permintaan tenaga
kerja. Dampak akhir dalam jangka panjang adanya peningkatan penggunaan kapital
di suatu wilayah lokal akan meningkatkan upah lokal dan tingkat penggunaan
tenaga kerja di wilayah tersebut.
f. Pembangunan Sektor Ketenagakerjaan
Dinegara-negara sedang berkembang
khususnya Negara Indonesia, sektor ketenagakerjaan selalu mendapat perhatian
utama. Bahwa sektor ini mendapat perhatian utama mudah dipahami karena unsur
Manusia selalu menjadi fokus sentral dalam seluruh proses pembangunan Nasional.
Tampaknya sudah menjadi keyakinan dari semua pihak di Negara-negara sedang
membangun bahwa sasaran akhir dari semua kegiatan pembangunan nasional adalah
peningkatan mutu hidup Manusia: lahir, batin, mental dan spiritual.
Sektor ini mendapat perhatian utama
dengan pertimbangan lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu bahwa sumber daya
insani merupakan sumber utama yang dapat dan harus dimobilisasikan dalam proses
pembangunan nasional karena biarpun berbagai jenis sumber dan kekayaan alam
melimpah, teknologi yang canggih serta sarana dan prasarana kerja tersedia
untuk menggerakkan roda pembangunan nasional tidak akan ada artinya jika tidak
ada sumber daya manusia atau tenaga kerja yang mengelolahnya.
Prasyarat yang sesungguhnya mutlak
harus terpenuhi dalam pembangunan sektor ketenagakerjaan ialah adanya
perencanaan ketenagakerjaaan secara nasional, yang kemudian diperinci menjadi
rencana ketenagakerjaan sektoral sampai kepada satuan-satuan kerja yang paling
kecil. Perencanaan ketenagakerjaan dikatakan sebagai prasyarat yang mutlak
untuk dipenuhi karena tanpa adanya perencanaan ketenagakerjaan yang tepat dan
komperehensif, akan sangat sukar untuk menentukan akan tenaga kerja yang
dibutuhkan, baik dalam arti jumlah jenis, kualifikasi, sistem pengupahan dan
penggajian, jaminan sosial serta pendidikan dan latihannya.
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu cara untuk melihat
kemajuan perekonomian suatu daerah adalah dengan mencermati nilai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan nilai dari seluruh barang dan
jasa yang diproduksi dalam jangka waktu tertentu biasanya dalam waktu satu
tahun disuatu wilayah tertentu tanpa membedakan kepemilikan faktor-faktor
produksi yang digunakan dalam proses produksi tersebut.
Dalam menghitung pendapatan regional
hanya dipakai konsep domestik. Berarti seluruh nilai tambah ditimbulkan oleh
berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegitan usahanya di suatu
wilayah atau region (propinsi atau kabupaten) dimasukkan tanpa memperhatikan
kepemilikan faktor-faktor produksi. Dengan demikian PDRB secara agregatif
menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan balas jasa atau
pendapatan faktor-faktor produksi yang berpartisipasi dalam proses produksi tersebut.
Dalam penyajiannya PDRB selalu dibedakan atas dasar
harga konstan dan atas dasar harga berlaku. Adapun defenisi PDRB atas dasar
harga konstan adalah nilai barang dan jasa (komoditi) atau pendapatan atau
pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap. PDRB atas dasar harga konstan
ini digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi karena nilainya tidak
dipengaaruhi oleh adanya perubahan harga. Sedangkan PDRB atas dasar harga
berlaku adalah nilai barang dan jasa (komoditi) atau pendaptan atau pengeluaran
yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada saat itu atau tahun
sekarang, ini digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
PDRB diperoleh dari produksi seluruh sektor
perekonomian regional yang dijabarkan dalam 9 (sembilan) sektor dan
terakumulasi dalam 3 (tiga) kelompok menurut jenisnya, yaitu:
1. Kelompok primer adalah sektor yang langsung menghasilkan
barang jadi ( final product ). Terdiri dari sektor pertanian dan sektor
Pertambangan dan Penggalian.
2.
kelompok sekunder adalah sektor yang dalam menghasilkan barang harus melalui
proses pengolahan terlebih dahulu. Terdiri dari sektor Industri Pengolahan,
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, dan Sektor Bangunan.
3.
selanjutnya sektor tersier adalah sektor yang bergerak dibidang pelayanan
(jasa) yang terdiri dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor
Angkutan dan Komunikasi, dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
serta Sektor Jasa-jasa.
B. Kerangka Pikir
Pertumbuhan
ekonomi ditekankan pada peningkatan sektor-sektor ekonomi yang terdiri dari 9
(Sembilan) sektor lapangan usaha utama, yaitu: sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik,gas,dan
air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan,hotel,dan restoran, sektor
angkutan dan komunikasi, sektor keuangan,persewaan dan jasa perusahaan serta sektor
jasa-jasa.
Sektor
– sektor tersebut tidak hanya berperan dalam pembentukan produk nasional maupun
domestik, tetapi juga menyedikan lapangan kerja bagi penduduk. Jumlah tenaga
kerja yang terserap pada 9 (Sembilan) sektor ekonomi tersebut dianalisis dengan
teknik analisis perencanaan pembangunan; analisis shift share. Melalui pendekatan ini dapat diketahui sektor- sektor
ekonomi suatu daerah yang memberikan kontribusi positif terhadap penyerapan
tenaga kerja pada tingkat nasional, sehingga dapat diketahui sektor ekonomi
yang potensial untuk dikembangkan pada masa yang akan datang atau periode
berikutnya. Peningkatan lapangan kerja tersebut memberikan pendapatan bagi
masyarakat yang pada akhirnya dapat menciptakan kesejahteraan penduduk yang
menetukan proses pertumbuhan ekonomi.
Untuk lebih jelasnya, kerangka pikir penelitian ini dapat
dilihat pada skema / gambar berikut:
Sektor-sektor
Ekonomi:
Sektor
Pertanian, Sektor Pertambangan & Penggalian, Sektor Industri
Pengolahan, Sektor Listrik, Gas & Air Bersih, Sektor Bangunan, Sektor
Perdagangan, Hotel & Restoran, Sektor Angkutan & Komunikasi, Sektor
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Serta Sektor Jasa-jasa
|
Penyerapan
Tenaga Kerja
|
Analisis Shift Share
|
Pertumbuhan
Ekonomi
|
Pendapatan
|
Kesejahteraan Masyarakat
|
Gambar
3: Skema Kerangka Pikir
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Variabel
dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel merupakan indikator penting yang menentukan
berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Varibel adalah objek penelitian atau
hal-hal yang menjadi pusat perhatian pada suatu penelitian. Penelitian ini
menganalisis tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada masing-masing
sektor ekonomi di Propinsi Sulawesi Selatan dibandingkan dengan pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja nasional. Dengan demikian yang menjadi variabel pada penelitian
ini adalah Struktur Perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan, Jumlah Tenaga
Kerja, Pertumbuhan Sektor Ketenagakerjaan, dan Pertumbuhan sektor-sektor
ekonomi.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan
suatu rancangan atau tata cara untuk melaksanakan penelitian dalam rangka
memperoleh data yang diperlukan. Penelitian ini merupakan penelitian analisis
deskriptif yaitu penyajian dan penyusunan tabel-tabel dalam bentuk pemaparan
kontekstual terhadap masalah yang diteliti untuk dianalisis.
39
|
Hasil
Penelitian
|
Pra
Penelitian
|
Pengumpulan
Data
|
Shift Share
|
Pemilihan
Data
|
Analisis
Data
|
Kelengkapan
Data
|
Hasil Penelitian
|
Kesimpulan
dan Saran
|
Rekomendasi
|
Gambar
4 : Skema Desain Penelitian
B. Defenisi
Operasional Variabel
Definisi
Operasional Variabel ini diperlukan sebagai batasan operasional masing-masing
variabel yang diteliti untuk memperjelas arah dan ruang lingkup variabel
penelitian. Adapun batasan operasional masing-masing variabel yang di maksud
adalah:
1. Struktur
Perekonomian Sulawesi Selatan adalah susunan perekonomian berdasarkan kontribusi sektor – sektor
ekonomi dalam menyerap tenaga kerja di Sulawesi Selatan
2. Perubahan
struktur perekonomian Sulawesi Selatan adalah perubahan yang terjadi akibat
pergeseran dominasi kontribusi sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga
kerja di Sulawesi Selatan
3. Pendapatan
Per kapita Sulawesi Selatan adalah total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
dibagi dengan total jumlah penduduk Sulawesi Selatan
4. Lapangan
usaha utama adalah lapangan usaha yang meliputi Sembilan sektor ekonomi
sebagaimana tertuang dalam PDRB.
5. Kesempatan
Kerja adalah kemampuan sektor-sektor ekonomi untuk menyerap tenaga kerja di
Sulawesi Selatan
6. Kontribusi
Sektor adalah sumbangan atau peranan yang diberikan oleh masing-masing sektor ekonomi
dalam menyerap tenaga kerja di Sulawesi Selatan
C. Teknik
Pengumpulan Data
Data
merupakan semua hasil observasi atau pengukuran untuk keperluan tertentu. Jenis
penelitian ini merupakan analisis deskriptif, yaitu penyajian dan penyusunan
data kedalam tabel-tabel dalam bentuk pemaparan kontekstual terhadap masalah
yang diteliti untuk dianalisis.
Untuk
kepentingan penelitian, penulis menggunakan metode dokumentasi dalam
pengumpulan data.
Menurut Suharsmi dalam Dasrianti (2010) metode
dokumentasi “merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu data atau informasi
mengenai berbagai hal yang ada kaitannya terhadap penelitian dengan jalan
melihat kembali laporan-laporan tertulis baik berupa angka maupun keterangan”
.
Pada
penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui data tenaga keja
propinsi Sulawesi Selatan dan nasional tahun 2006-2008. Selain data-data
laporan tertulis, untuk kepentingan penelitian ini juga digali informasi dan
referensi dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet.
D. Teknik
Analisis Data
Dalam penelitian ini
digunakan teknik analisis perencanaan pembangunan yaitu Shift-Share. Shift-
Share yaitu teknik yang menggambarkan kinerja sektor-sektor disuatu wilayah
dibandingkan dengan kinerja perekonomian nasional. Dengan demikian, dapat
ditemukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian
daerah bila daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam
perekonomian nasional. Teknik ini membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor
di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta
sektor-sektornya, dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan
itu. Analisis
ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan
struktur sektor
i suatu
daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya.
Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di
suatu daerah dalam kaitannya dengan ekonomi nasional.
Pertambahan lapangan kerja
regional total (∆ Er) dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen share
sering pula disebut komponen national
share. Komponen national share
(N) adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja reginal seandainya proporsi
perubahannya sama dengan laju pertumbuhan nasional selama periode studi. Hal
ini dapat dipakai sebagai kriteria lanjutan bagi daerah yang bersangkutan untuk
mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari
pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan lapangan kerja regional.
Penyimpangan ini positif di daerah-daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif
di daerah-daerah yang tumbuh lebih
lambat/merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara nasional.
Bagi setiap, shift netto dapat dibagi
menjadi dua komponen, yaitu proportional
shift component (P) dan differential
shift component (D).
Proportional
shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai komponen
struktural atau industrial mix,
mengukur besarnya shift regional netto
yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor indutri di daerah yang
bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam
sektor-sektor yang secara nasional tumbuh cepat dan negatif di daerah-daerah
yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan
lambat atau bahkan sedang merosot.
Differential
shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen
lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan
oleh sektor-sektor
industri tertentu yang tumbuh
lebih cepat atau lebih lambat didaerah yang bersangkutan daripada tingkat
nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu
daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya yang melimpah/efisien,
akan mempunyai differential shift
component yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak
menguntungkan akan mempunyai komponen yang negatif.
Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional
yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proporsional shift adalah
akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan
differential shift adalah akibat dari pengaruh factor-faktor yang bekerja
khusus di daerah yang bersangkutan.
Dengan menggunakan notasi aljabar, berbagai hubungan antara
komponen-komponen tersebut dapat dinyatakan pada uraian berikut ini. Akan
tetapi, sebelum mengemukakan rumus hubungan, terlebih dahulu akan dikemukakan
notasi yang dipergunakan berikut ini:
∆ = pertambahan,
angka akhir dikurangi dengan angka awal (tahun t - n)
N = Natinal
atau wilayah nasional/wilayah yang lebih tinggi jenjangnya
r = Region
atau wilayah analisis
E = Employment
atau banyaknya lapangan kerja
i = Sektor
i
t = Tahun
t-n = Tahun awal
Ns = National
share
P = Proportional
shift
D =
Differential shift
Hubungan antara
komponen tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
Rumus :
∆ E r, i, t
= (Ns i + P r, i + D r, i)
Keterangan
:
Ns i =
(national share ) adalah perubahan lapangan kerja regional sektor i dalam memberikan kontribusi terhadap laju
pertumbuhan nasional. Hal
ini dapat ditulikan sebagai berikut.
Ns i, t = E r, i, t -n (E N, t / E N, t-n) - E r, i, t -n
Apabila bertanda positif (+) berarti penyerapan
tenaga kerja sektor i di wilayah propinsi memberikan kontribusi positif dalam
penyerapan tenaga kerja nasional, demikian sebaliknya apabila mempunyai tanda
negatif (-) maupun nol.
P r, i = Proportional shift adalah melihat
pengaruh sektor i secara nasional terhadap pertumbuhan lapangan kerja sektor i
pada region yang dianalisis. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut
P r, i, t = {( E N, i, t /
E N, i, t-n) - ( E N, t / E N, t-n)} ×
E r, i, t -n
apabila mempunyai tanda (+) berarti
bahwa variabel yang dianalisis mempunyai tingkat pertumbuhan dalam menyerap
tenaga kerja lebih cepat dari pertumbuhan keseluruhan, demikian sebaliknya
apabila mempunyai tanda negatif (-) maupun nol.
Dr,i = Differential shift menggambarkan
penyimpangan antara pertumbuhan sektor i di wilayah analisis terhadap
pertumbuhan sektor i secara nasional. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut.
D
r, i, t = { E r, i, t - ( E N, i, t / E N, i, t-n) - E r, i, t -n }
Apabila komponen ini mempunyai nilai
yang positif berarti daerah tersebut memiliki keunggulan lokasional seperti sumber daya yang
melimpah/efisien, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan
akan mempunyai komponen yang negatif.
∆Er,i,t = Jumlah keseluruhan dari
perubahan tenaga kerja ( Ns i ), Proportional shift ( P r, i ) dan Differential shift
(Dr,i) pada sektor i di wilayah
propinsi dalam memberikan pertumbuhan tenaga kerja nasional. Apabila bertanda
positif (+) berarti bahwa sektor i mempunyai kecepatan untuk tumbuh
dibandingkan dengan sektor yang sama di tingkat nasional, ataupun sebaliknya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian
1. Gambaran
Umum Propinsi Sulawesi Selatan
a.
Letak Geografis
Propinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Kota
Makassar terletak antara 0˚12̀ - 80˚ Lintang Selatan dan 116˚48̀ - 122˚36̀
Bujur Timur. Dengan batas –batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah
Utara : Propinsi
Sulawesi Barat
Sebelah
timur : Teluk Bone dan Propinsi Sulawesi Tenggara
Sebelah Selatan :
Laut Flores
Sebelah
Barat : Selat
Makassar
Secara geografis Sulawesi Selatan membujur dari Selatan
ke utara dengan garis pantai mencapai 2500 km yang mempunyai 72 sungai besar
dan kecil dengan panjang 3.203 km. jumlah aliran sungai terbanyak di Kabupaten
Luwu, sedangkan sungai terpanjang yaitu Sungai Sadddang, sungai ini melalui
beberapa daerah yakni Kabupaten Tanah Toraja, Enrekang, Pinrang dan Polewali
Mandar di Sulawesi Barat dengan panjang kurang lebih 150 km.
47
|
b. Keadaan
Kependudukan di Propinsi Sulawesi Selatan
Perkembangan jumlah penduduk di Propinsi Sulawesi Selatan
dalam beberapa tahun belakangan ini sangatlah cepat. Hal ini dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 4: Jumlah
Penduduk Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006 – 2008
Tahun
|
Jumlah( Jiwa)
|
2006
|
7.595.000
|
2007
|
7.700.255
|
2008
|
7.805.024
|
Sumber:
BPS, Sulawesi Selatan Dalam Angka 2009
Pada tabel 4 diperoleh gambaran mengenai jumlah penduduk
Propinsi Sulawesi Selatan, pada tahun 2006-2008 penduduk Sulawesi Selatan
bertambah sebesar 210.024 jiwa. Pada tahun 2006 penduduk Sulawesi Selatan sebesar
7.595.000
jiwa dan pada tahun 2007 menjadi 7.700.255 jiwa. Hal ini berarti bahwa dalam jangka
waktu tahun (2006-2007) jumlah penduduk di Propinsi Sulawesi Selatan bertambah
sebanyak 105.255 jiwa. Tahun 2008 jumlah penduduk Propinsi Sulawesi Selatan mencapai
7.805.024
jiwa, berarti jumlah penduduk bertambah sebanyak 104.769 jiwa dari jumlah
penduduk tahun 2007.
c. Keadaan
Tenaga Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan.
1).
Angkatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan
Jumlah angakatan kerja yang terserap mampu memberikan
kontribusi pada struktur perekonomian nasional. Besar kecilnya tenaga kerja
yang terserap menggambarkan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat
dalam tabel 5 berikut:
Tabel 5: Jumlah Angkatan Kerja Indonesia Berumur 15
Tahun ke Atas Tahun 2006-2008
Tahun
|
Angkatan Kerja
|
2006
|
106.388.935
|
2007
|
109.941.359
|
2008
|
111.530.744
|
Sumber
:BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia 2006-2008
Pada tabel 5 diperoleh gambaran mengenai jumlah angkatan
kerja di Indonesia pada tahun 2006-2008. Angkatan kerja dari tahun 2006-2008
meningkat sebesar 5.141.809 jiwa atau sebesar 4,83 %. Jumlah angkatan kerja
pada tahun 2006 sebanyak 106.388.935 jiwa dan pada tahun 2007 jumlah angkatan
kerja menjadi 109.941.359
jiwa. Hal ini berarti bahwa angkatan kerja dalam jangka waktu 2006-2007
mengalami peningkatan sebanyak 3.552.424 jiwa, atau 3,34 %. Dan pada tahun 2008
jumlah angkatan kerja menjadi 111.530.744 jiwa, berarti meningkat sebanyak 1.589.385
jiwa, atau 1,44 % dari jumlah angkatan kerja tahun 2007.
Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Selatan juga mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 6 berikut
ini:
Tabel 6: Jumlah Angkatan Kerja Propinsi Sulawesi Selatan Berumur 15 Tahun
ke Atas Tahun 2006-2008
Tahun
|
Angkatan Kerja
|
2006
|
3.005.723
|
2007
|
3.312.177
|
2008
|
3.447.879
|
Sumber : BPS, Keadaan Angkatan Kerja
Sulawesi Selatan, 2008
Pada tabel 6 diperoleh
gambaran bahwa jumlah angkatan kerja propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2006-2008
mengalami kenaikan sebesar 442.156 atau 14,71 %. Pada tahun 2006 angkatan kerja
Propinsi Sulawesi Selatan sebanyak 3.005.156 jiwa dan tahun 2007 sebanyak 3.312.177
jiwa, berarti mengalami kenaikan sebesar 306.454 atau 10.20 %. Jumlah angkatan
kerja Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2007 sebesar 3.312.177 jiwa dan pada
tahun 2008 menjadi 3.447.879 jiwa. Hal ini berarti bahwa dalam jangka waktu
satu tahun (2007-2008) jumlah angkatan kerja di Propinsi Sulawesi Selatan
bertambah sebanyak 135.702 jiwa, atau meningkat sebesar 4,10 %.
2).Lapangan
Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan
Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh setiap sektor
ekonomi mampu
memberikan kontribusi pada struktur perekonomian nasional. Besar kecilnya
tenaga kerja yang terserap menggambarkan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi
nasional. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 7 berikut:
Tabel 7: Jumlah Penduduk Indonesia Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja menurut
Lapangan Usaha Utama Tahun 2006-2008
No
|
Lapangan Usaha Utama
|
2006
|
2007
|
2008
|
1.
|
Pertanian
|
40.136.242
|
41.206.474
|
41.331.706
|
2.
|
Pertambangan dan
Penggalian
|
923.591
|
994.614
|
1.070.540
|
3.
|
Industri
|
11.890.170
|
12.368.729
|
12.549.376
|
4.
|
Listrik, Gas dan Air
Bersih
|
228.018
|
174.884
|
201.114
|
5.
|
Konstruksi
|
4.697.354
|
5.252.581
|
5.438.965
|
6.
|
Perdagangan
|
19.215.660
|
20 554 650
|
21.221.744
|
7.
|
Angkutan dan
Komunikasi
|
5.663.956
|
5.958.811
|
6.179.503
|
8.
|
Keuangan
|
1.346.044
|
1.399.940
|
1.459.985
|
9.
|
Jasa
|
11.355.900
|
12.019.984
|
13.099.817
|
Jumlah
|
95.456.935
|
99.930.217
|
102.552.750
|
Sumber : BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indinesia,
Tahun 2006-2008
Pada tabel 7 dapat memberi gambaran mengenai jumlah
tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2006-2008. Menurut data di atas sektor
pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar. Pada tahun 2006-2008 sektor
pertanian mampu menyerap tenaga kerja sekitar 40-41 juta jiwa dari jumlah
tenaga kerja di Indonesia. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan yang mampu
menyerap sekitar 19-21 juta tenaga kerja. Kemudian juga diikuti oleh sektor jasa
yang mampu menyerap sekitar 11-13 juta jiwa tenaga kerja. Penyerapan tenaga
kerja masing-masing sektor mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional, besar
kecilnya kontribusi tenaga kerja setiap sektor ekonomi merupakan hasil
perencanaan pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan salah satu variable
dalam struktur perekonomian nasional maupun perekonomian domestik selama suatu
kurun waktu tertentu.
Pada sektor-sektor lapangan kerja di Sulawesi Selatan
juga banyak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat
dalam tabel 8 berikut ini:
Tabel 8: Jumlah Penduduk Propinsi Sulawesi Selatan Berumur 15 Tahun ke
Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2006-2008
No.
|
Lapangan Usaha Utama
|
2006
|
2007
|
2008
|
1
|
Pertanian
|
1.469.418
|
1.580.962
|
1.613.949
|
2
|
Pertambangan dan
Penggalian
|
12.251
|
13.321
|
16.817
|
3
|
Industri
|
128.966
|
147.391
|
183.43
|
4
|
Listrik, Gas dan Air
Bersih
|
3.197
|
5.537
|
4.48
|
5
|
Konstruksi
|
99.865
|
125.726
|
137.388
|
6
|
Perdagangan
|
439.047
|
566.397
|
578.961
|
7
|
Angkutan dan
Komunikasi
|
155.976
|
185.397
|
214.592
|
8
|
Keuangan
|
24.654
|
31.364
|
33.919
|
9
|
Jasa
|
302.04
|
270.135
|
352.572
|
Jumlah
|
2.635.414
|
2.939.463
|
3.136.111
|
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan Dalam Angka, Tahun
2007-2009.
Pada tabel 8 diperoleh gambaran mengenai ketenagakerjaan
Propinsi Sulawesi Selatan, jumlah tenaga kerja per sektor di Propinsi Sulawesi Selatan
mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian daerah tersebut.
Sektor-sektor tersebut masing-masing memberikan kontribusi dengan proporsi
berbeda terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja di Propinsi Sulawesi Selatan.
Pada tabel 8 tersebut, sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja
terbesar. Pada tahun 2006-2008 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja
sekitar 1,4-1,6 juta jiwa dari jumlah tenaga kerja di Propinsi Sulawesi Selatan.
Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan yang mampu menyerap sekitar 400-500
ribu tenaga kerja. Kemudian juga diikuti oleh sektor jasa yang mampu menyerap
sekitar 300 ribu jiwa tenaga kerja. Untuk itu perlu kita ketahui sektor-sektor
perekonomian yang menunjukan prestasi positif sesuai dengan sektor-sektor yang
sama di tingkat nasional, dan mengintrospeksi kembali perencanaan dan strategi
pembangunan yang utamanya berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja setiap
sektor perekonomian.
d. Tinjauan Perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan
Pertumbuhan ekonomi di Propinsi Sulawesi Selatan sebagai
salah satu indikator keberhasilan pembangunan yang diukur dengan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada PDRB menurut lapangan usaha selama kurun
waktu tiga tahun (2006–2008) mengalami banyak perubahan.Untuk lebih jelasnya
lihat tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9: PDRB Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2006-2008 (Juta Rupiah)
No
|
Lapangan Usaha Utama
|
2006
|
2007
|
2008
|
1
|
Pertanian
|
18.513.257,30
|
20.900.360,49
|
25.071.808,60
|
2
|
Pertambangan dan Penggalian
|
5.249.991,10
|
5.893.998,94
|
6.201.497,87
|
3
|
Industri Pengolahan
|
8.245.336,39
|
9.158.552,38
|
11.060.440,24
|
4
|
Listrik, Gas dan Air Bersih
|
629.314,57
|
721.960,26
|
838.095,50
|
5
|
Konstruksi/Bangunan
|
2.790.792,42
|
3.204.097,51
|
4.253.527,78
|
6
|
Perdagangan
|
9.507.866,45
|
10.986.578,24
|
13.913.799,61
|
7
|
Angkutan dan Komunikasi
|
5.102.836,94
|
5.769.052,39
|
6.972.018,13
|
8
|
Keuangan
|
3.675.192,88
|
4.285.184,43
|
5.203.001,17
|
9
|
Jasa
|
7.188.235,74
|
8.352.139,93
|
11.629.002,38
|
Jumlah
|
60.902.823,79
|
69.271.924,57
|
85.143.191,28
|
Sumber : BPS, PDRB Sulawesi Selatan
2008
Dalam tabel 9 dapat dilihat bahwa perekonomian
Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2006-2008 sangat
bervariatif. Sektor Pertanian mencapai
hasil yang paling banyak dibanding sektor lain, pada tahun 2006 sektor Pertanian
mencapai angka sebesar 18.513.257,30 juta rupiah, tahun 2007 mendapat persentase
kenaikan sekitar 12,89 %, atau jumlahnya menjadi 20.900.360,49 juta rupiah,
tahun 2008 angka di sektor Pertanian menjadi 25.071.808,60 juta rupiah, atau
mengalami pertumbuhan PDRB sekitar 19,96 % dari tahun 2007. Dalam sektor perdagangan
pada tahun 2006 mencapai angka 9.507.866,45 juta rupiah, pada tahun 2007
terjadi pertumbuhan dengan angka 10.986.578,24 juta rupiah, atau sekitar 15,55
%. Tahun 2008 juga mengalami pertumbuhan menjadi 13.913.799,61 juta rupiah,
atau sekitar 26,64 % dari tahun 2007. Dalam Sektor Jasa pada tahun ke tahun
juga mengalami kenaikan pada tahun 2006-2007 presentase pertumbuhan sekitar 16,19
%, pada tahun 2007-2008 Sektor Jasa mengalami pertumbuhan yang cukup besar yaitu
39,23 %. Pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha dari tahun ketahun juga
dialami oleh sektor-sektor lainnya
2.
Pengolahan
Data ( Analisis Shift Share )
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber penerbitan, seperti yang
diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik ( BPS ), dan sumber-sumber lain yang
terkait dan relevan dengan objek yang diteliti. Data-data tersebut adalah data
jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor-sektor ekonomi propinsi, dimana
data tersebut dimulai dari tahun 2006 – 2008. Data-data tersebut tercermin
dalam penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha
utama propinsi Sulawesi Selatan tahun 2006 – 2008 dan Indonesia Tahun 2006 – 2008.
Data tersebut digunakan untuk menganalisis perubahan
pertumbuhan tenaga kerja pada sektor-sektor ekonomi propinsi Sulawesi Selatan dibandingkan
perubahan pertumbuhan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian nasional.
Dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Shift-Share. Data yang
digunakan sesuai dengan data tehnik analisis tersebut yaitu hanya data tenaga
kerja propinsi Sulawesi Selatan dan tenaga kerja Nasional menurut sektor
ekonomi, tahun dasar analisis yaitu tahun 2006 sampai dengan 2008, seperti pada
tabel berikut ini :
Tabel 10: Jumlah Penduduk Propinsi Sulawesi Selatan
Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun
2006-2008
No.
|
Lapangan Usaha Utama
|
2006
|
2007
|
2008
|
1
|
Pertanian
|
1.469.418
|
1.580.962
|
1.613.949
|
2
|
Pertambangan dan
Penggalian
|
12.251
|
13.321
|
16.817
|
3
|
Industri
|
128.966
|
147.391
|
183.43
|
4
|
Listrik, Gas dan Air
Bersih
|
3.197
|
5.537
|
4.48
|
5
|
Konstruksi
|
99.865
|
125.726
|
137.388
|
6
|
Perdagangan
|
439.047
|
566.397
|
578.961
|
7
|
Angkutan dan
Komunikasi
|
155.976
|
185.397
|
214.592
|
8
|
Keuangan
|
24.654
|
31.364
|
33.919
|
9
|
Jasa
|
302.04
|
270.135
|
352.572
|
Jumlah
|
2.635.414
|
2.939.463
|
3.136.111
|
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan Dalam Angka, Tahun
2007-2009.
Tabel 11: Jumlah Penduduk Indonesia Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2006-2008
No
|
Lapangan Usaha Utama
|
2006
|
2007
|
2008
|
1.
|
Pertanian
|
40.136.242
|
41.206.474
|
41.331.706
|
2.
|
Pertambangan dan
Penggalian
|
923.591
|
994.614
|
1.070.540
|
3.
|
Industri
|
11.890.170
|
12.368.729
|
12.549.376
|
4.
|
Listrik, Gas dan Air
Bersih
|
228.018
|
174.884
|
201.114
|
5.
|
Konstruksi
|
4.697.354
|
5.252.581
|
5.438.965
|
6.
|
Perdagangan
|
19.215.660
|
20 554 650
|
21.221.744
|
7.
|
Angkutan dan
Komunikasi
|
5.663.956
|
5.958.811
|
6.179.503
|
8.
|
Keuangan
|
1.346.044
|
1.399.940
|
1.459.985
|
9.
|
Jasa
|
11.355.900
|
12.019.984
|
13.099.817
|
Jumlah
|
95.456.935
|
99.930.217
|
102.552.750
|
Sumber : BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indinesia,
Tahun 2006-2008
a). Hasil Perhitungan
Analisis Shift Share Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006 – 2008
Hasil analisis Shift Share propinsi Sulawesi Selatan tahun
2006 – 2008 dapat dilihat berdasarkan tabel 12 dibawah dan berikutnya akan dijelaskan
hasil analisis masing – masing sektor ekonomi tersebut :
Tabel 12: Hasil Analisis Shift Share Tenaga Kerja
Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006 – 2008
Sektor
|
Komponen Nasional share
( Ns i)
|
Komponen proporsional shift
(P r, i
)
|
Komponen
Keunggulan
Kompetitif
( D r, i )
|
Jumlah
Keseluruhan
( ∆ E r, i, t )
|
1. Pertanian
|
109.229
|
-65.462
|
100.764
|
144.531
|
2. Pertambangan dan
Penggalian
|
911
|
1.038
|
2.617
|
4.566
|
3. Industri
|
9.587
|
-2.437
|
47.314
|
54.464
|
4. Listrik, Gas dan Air
bersih
|
238
|
-615
|
1.660
|
1.283
|
5. Konstruksi
|
7.424
|
8.343
|
21.756
|
37.523
|
6. Perdagangan
|
32.637
|
13.199
|
94.078
|
139.914
|
7. Angkutan dan
Komunikasi
|
11.594
|
2.603
|
44.419
|
58.616
|
8.Keuangan
|
1.833
|
254
|
7.178
|
9.265
|
9.Jasa
|
22.452
|
23.932
|
4.148
|
50.532
|
Jumlah
|
195.904
|
-19.144
|
323.934
|
500.694
|
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan
tahun 2006 – 2008, hasil olah data M.O. excel
1. Sektor
Pertanian
Sektor pertanian terdiri dari lima sub sektor yaitu
tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan,dan sub sektor
perikanan.
Komponen Nasional Share (Nsi) sektor pertanian mempunyai
kontribusi positif terhadap penyerapan tenaga kerja nasional yaitu sebesar 109.229
jiwa. Sedangkan pengaruh komponen proporsional shift (Pr,i) mempunyai efek
negatif, hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian secara nasional
mengalami kemerososotan dalam menyerap tenaga kerja sebanyak 65.462 jiwa.
Pengaruh komponen keunggulan komparatif (Dr,i) sektor
pertanian mempunyai efek positif, dimana penyerapan tenaga kerja propinsi Sulawesi
Selatan unggul sebanyak 100.764 tenaga kerja dibandingkan dengan tingkat
nasional. Untuk jumlah keseluruhan (∆E r,i,t), sektor pertanian menunjukkan
jumlah yang positif sebanyak 144.531 tenaga kerja, yang berarti bahwa
penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di propinsi Sulawesi Selatan relatif lebih
cepat dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja sektor sejenis ditingkat
nasional. Hal ini terjadi karena Sulawesi Selatan merupakan daerah agraris yang
cukup subur dengan
luas 4.611.845 ha (42% dari luas seluruh Pulau Sulawesi), dan sebagian besar
penduduknya tinggal di Desa dengan tingkat pendidikan rendah, sehingga wajar
jika sektor prtanian masih menjadi kontributor terbesar dalam menyerap tenaga
kerja di Propinsi Sulawesi Selatan.
2. Sektor
Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan
penggalian propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan analisis Shift Share tahun 2006
– 2008. Komponen nasional share (Nsi), sektor ini mempunyai kontribusi yang
positif sebanyak 911 jiwa terhadap penyerapan tenaga kerja nasional. Pengaruh komponen
proporsional shift (Pr,i) juga mempunyai efek yang positif dengan menambah
penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.038 jiwa terhadap sektor sejenis di tingkat
nasional. Kemudian pengaruh komponen keunggulan kompetitif (Dr,i) sektor
pertambangan dan penggalian memperlihatkan efek positif, yang menunjukkan bahwa
sektor ini berkembang lebih cepat sebanyak 2.617 tenaga kerja dibandingkan dengan
sektor yang sama pada tingkat nasional. Secara keseluruhan (∆Er,i,t), sektor
ini berkontribusi menyerap tenaga kerja sebanyak 4.566 jiwa terhadap sektor
sejenis di tingkat nasional, yang artinya bahwa penyerapan tenaga kerja sektor
ini lebih cepat daripada sektor yang sama pada tingkat nasional. Pada tahun 2006- 2007 sektor ini mengalami
pertumbuhan riil sekitar 15,91%, laju pertumbuhan sector pertambangan dan
penggalian didorong oleh adanya pertumbuhan pada sector pertambangan non
minyak, dimana nilai produksi nikel matte yang tinggi dari US$ 568,56 juta pada
tahun 2006 menjadi US$ 683,05 pada tahun 2007, hal ini mempengaruhi pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja pada sector pertambangan.
3. Sektor
Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan pada
perekonomian propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan analisis Shift Share tahun 2006
– 2008, pada table 12 memberikan gambaran bahwa komponen nasional share (Nsi) berkontribusi
positif sebanyak 9.586 tenaga kerja. Selanjutnya komponen proporsional shift
(Pr,i) mempunyai efek negatif sebanyak 2.436 tenaga kerja terhadap sektor
sejenis di tingkat nasional. Kemudian pengaruh komponen keunggulan komparatif (Dr,i)
sektor industri memperlihatkan efek positif yang berarti sektor ini memiliki
keunggulan komfaratif dari pada sektor yang sama di tingkat nasional yaitu sebanyak
47.314 jiwa. Secara keseluruhan (∆Er,i,t), sektor ini menunjukkan pertumbuhan
lebih cepat dalam menyerap tenaga kerja dari pada sektor sejenis di tingkat
nasional sebanyak 54.464 jiwa. Sektor ini diharapkan mampu menyerap makin
banyak tenaga kerja pada masa mendatang dalam pergeseran struktur dari sektor
pertanian ke sektor industri, dengan peranannya sebagai ujung tombak (leading sektor),
maka perkembangan industri ini akan mempunyai efek ganda (multiflier effects)
atas perkembangan sektor- sektor kontruksi, keuangan, perhubungan,
perdagangan, dan jasa- jasa.
4. Sektor
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Sektor listrik, gas dan air
bersih merupakan sektor penunjang utama dari berbagai macam kegiatan, baik
kegiatan ekonomi maupun social. Produksi listrik sebagian besar dihasilkan oleh
Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) dan air bersih dihasilkan oleh Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) di masing-masing kabupaten/kota.
Sektor ini pada tabel 12, diperoleh
gambaran bahwa; Pengaruh komponen pertumbuhan (Nsi) sektor ini mempunyai
kontribusi positif dalam menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 238 jiwa terhadap
penyerapan tenaga kerja nasional. Sedangkan pengaruh komponen proporsional
shift (Pr,i) mempunyai efek negatif sebanyak 615 jiwa, jadi penyerapan tenaga
kerja sektor listrik, gas, dan air bersih pada tingkat nasional tumbuh relatif
lebih lambat. Pengaruh komponen keunggulan kompetitif (Dr,i) sektor tersebut
mempunyai efek positif, dimana penyerapan tenaga kerja propinsi Sulawesi Selatan
lebih unggul sebanyak 1.660 tenaga kerja dibandingkan dengan pertumbuhan sektor
sejenis di tingkat nasional. Untuk jumlah keseluruhan (∆Er,i,t), sektor
listrik, gas dan air bersih menunjukkan jumlah yang positif sebanyak 1.283
tenaga kerja yang mempunyai arti bahwa penyerapan tenaga kerja sektor ini di
propinsi Sulawesi Selatan relatif lebih cepat dibanding pertumbuhan tenaga
kerja sektor sejenis pada tingkat nasional. Pertumbuhan sektor ini terjadi
karena meningkatnya jumlah pelanggan setiap tahun, dengan meningkatnya
permintaan sambungan listrik dan kebutuhan air bersih, membuktikan bahwa saat
ini tingkat pengetahuan dan derajat kesehatan masyarakat akan semakin
meningkat, seiring dengan peningkatan perekonomian dan taraf kehidupan
masyarakat saat ini.
5. Sektor
Konstruksi
Sektor konstruksi/bangunan
pada perekonomian propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan analisis Shift Share
tahun 2006 – 2008. Komponen nasional share (Nsi) menunjukkan kontribusi positif
sebesar 7.424 tenaga kerja mampu disumbangkan kepada penyerapan tenaga kerja di
tingkat nasional. Selanjutnya komponen proporsional shift (Pr,i) juga mempunyai
efek positif, yang berarti sektor ini di tingkat nasional juga mengalami
kemajuan sebanyak 8.343 tenaga kerja. Kemudian pengaruh komponen keunggulan
komparatif (Dr,i) sektor konstruksi memperlihatkan nilai positif,
mengindikasikan sektor ini tumbuh lebih cepat sebanyak 21.756 tenaga kerja
daripada pertumbuhan di sektor yang bersangkutan pada tingkat nasional. Secara
keseluruhan ( ∆Er,i,t ), sektor ini menunjukkan kontribusi positif dalam
menyerap tenaga kerja sejumlah 37.523 jiwa. Tingginya penyerapan tenaga kerja
pada sektor ini didorong oleh adanya pembangunan mega proyek seperti jalan tol,
jalan trans Sulawesi, dan Bandara Internasional Hasanuddin.
Perkembangan sektor ini
diharapkan tetap cerah, terutama pada pembangunan infrastruktur di berbagai sektor.
Bila sektor ini tumbuh cukup baik maka akan turut mendorong perkembangan
perekonomian Sulawesi Selatan.
6. Sektor
Perdagangan
Sektor perdagangan hotel dan
restoran pada perekonomian propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan analisis Shift
Share tahun 2006 – 2008. Pengaruh komponen nasional share (Nsi) menunjukkan
kontribusi positif sebesar 32.637 tenaga kerja mampu disumbangkan kepada
perekonomian di tingkat nasional. Selanjutnya komponen proporsional shift (Pr,i)
juga mempunyai efek positif, menunjukkan bahwa sektor ini juga berkembang dengan
cepat dalam penyerapan tenaga kerja sebanyak 13.199 jiwa di tingkat nasional.
Kemudian pengaruh komponen keunggulan komparatif (Dr,i) sektor perdagangan
memperlihatkan efek positif dengan tumbuh lebih cepat sebanyak 94.078 tenaga
kerja daripada sektor yang sama pada perekonomian nasional. Secara keseluruhan
(∆Er,i,t) sektor perdagangan di propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2006 – 2007
ini menunjukkan kontribusi yang positif, menyerap tenaga kerja sebanyak 139.914
jiwa terhadap sektor sejenis di tingkat nasional. Ini menunjukkan sektor
perdagangan meningkat lebih cepat dalam penyerapan tenaga kerja pada
perekonomian nasional. Tingginya penyerapan tenaga kerja pada sektor ini
didorong oleh meningkatnya jumlah perusahaan yang memperoleh Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) yang terdiri dari perusahaan kecil, perusahaan menengah dan
perusahaan besar
7. Sektor
Angkutan dan Komunikasi
Sektor ini memiliki peran
yang cukup penting bagi aktivitas perekonomian di berbagai sektor kehidupan. Berdasarkan
pengaruh komponen nasional share (Nsi), sektor ini mempunyai kontribusi yang positif
dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 11.594 jiwa terhadap perekonomian di tingkat
nasional. Demikian pula komponen proporsional shift (Pr,i) mempunyai efek yang
positif dengan tumbuh lebih cepat dalam penyerapan tenaga kerja sebanyak 2.603
tenaga kerja terhadap di tingkat nasional. Kemudian pengaruh komponen
keunggulan kompetitif (Dr,i) sektor angkutan dan komunikasi memperlihatkan efek
positif dengan berkembang lebih cepat sebanyak 44.419 tenaga kerja terhadap
sektor yang sama pada perekonomian nasional. Secara keseluruhan (∆Er,i,t),
sektor ini menunjukkan kontribusi yang cukup besar dalam menyerap tenaga kerja yakni
sebanyak 58.616 jiwa terhadap sektor sejenis di tingkat nasional. Berarti
sektor angkutan dan komunikasi propinsi Sulawesi Selatan menyerap tenaga kerja
lebih cepat dibanding perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari semakin
meningkatnya arus pengiriman dan penerimaan barang, serta semakin meningkatnya
pelanggan dan penggunaan jasa telekomunikasi.
8. Sektor
Keuangan / Lembaga Keuangan
Pada periode tahun 2006 – 2008,
sektor yang secara garis besar terbagi atas sub sektor Bank, sub sektor Lembaga
Keuangan Bukan Bank, sub sektor Sewa Bangunan, dan sub sektor Jasa Perusahaan.
Pertumbuhan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja cukup besar yaitu sebesar
37,58 %. komponen nasional share ( Nsi) menunjukkan kontribusi yang positif
pada perekonomian nasional yaitu sebanyak 1.832 tenaga kerja. Kemudian pengaruh
komponen proporsional shift (Pr,i) juga menunjukkan kontribusi yang positif
terhadap perekonomian nasional, yang mengindikasikan sektor ini tumbuh lebih cepat
sebanyak 254 tenaga kerja di tingkat nasional. Untuk pengaruh komponen
keunggulan komparatif (Dr,i) sektor ini memberikan kontribusi yang sangat
berarti dengan tumbuh lebih cepat dalam penyerapan tenaga kerja sebanyak 7.178
jiwa terhadap sektor yang bersangkutan pada perekonomian nasional. Untuk jumlah
keseluruhan (∆Er,i,t) sektor ini memberi kontribusi positif dengan menyerap
tenaga kerja sebanyak 9.265 jiwa atau tumbuh lebih cepat melebihi penyerapan
tenaga kerja sektor keuangan di tingkat nasional. Meningkatnya sektor ini
disebabkan karena semakin bertambahnya jumlah nasabah serta tabungan masyarakat
pada bank konvensional maupun bank syariah.
9. Sektor
Jasa
Penggerak utama sektor ini
dalam perekonomian Sulawesi Selatan adalah sub sektor Pemerintahan Umum. Sektor
jasa propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan analisis Shift Share tahun 2006 – 2008.
Pengaruh komponen Nasional Share (Nsi) sektor ini mempunyai kontribusi positif
dalam menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 22.452 jiwa terhadap penyerapan tenaga
kerja nasional. Selanjutnya pengaruh komponen proporsional shift (Pr,i) juga
mempunyai efek positif, hal ini menyebabkan pertumbuhan tenaga kerja propinsi Sulawesi
Selatan meningkat sebanyak 23.932 jiwa sejalan dengan pertumbuhan sektor
sejenis pada tingkat nasional. Demikian pula pengaruh komponen keunggulan komparatif
(Dr,i) sektor tersebut juga mempunyai efek positif, dimana pertumbuhan tenaga
kerja propinsi Sulawesi Selatan lebih cepat sebanyak 4.148 jiwa dibandingkan
dengan pertumbuhan sektor sejenis di tingkat nasional. Untuk jumlah keseluruhan
(∆Er,i,t), sektor jasa juga menunjukkan jumlah yang positif dengan menyerap
tenaga kerja sebanyak 50.532 jiwa, yang mempunyai arti bahwa penyerapan tenaga
kerja sektor jasa di propinsi Sulawesi Selatan relatif lebih cepat dibanding penyerapan
tenaga kerja sektor sejenis ditingkat nasional. Hal ini terlihat dengan
meningkatnya pelayanan jasa untuk masyarakat baik yang disediakan oleh
pemerintah maupun swasta.
b. Perkembangan Tenaga Kerja Propinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2006- 2008
Perkembangan tenaga kerja di propinsi Sulawesi Selatan
berdasarkan tabel 13 dibawah menunjukkan bahwa pada kurun waktu 2006–2008
mengalami peningkatan dalam menyerap tenaga kerja sebanyak 500.694 jiwa atau sekitar
19 %. Persentase Peningkatan tenaga kerja tertinggi terjadi pada sektor industri
sekitar 42,23 % atau sebanyak 54.464 orang selama 3 tahun terakhir. Kemudian
disusul oleh sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 40,13 % atau sebanyak 1.283
tenaga kerja, kemudian sektor angkutan dan komunikasi 58.616 tenaga kerja atau sekitar
37,58 %. Adapun sektor yang mengalami persentese pertumbuhan terkecil adalah
sektor pertanian sebesar 9,84 % dalam 3 tahun terakhir atau sekitar 144.531
tenaga kerja. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada tabel 13 berikut
ini:
Tabel 13: Perkembangan Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan
Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2006-2008
Lapangan Usaha
|
2006
|
2008
|
Perubahan
|
Perubahan
|
Absolut
|
(dalam %)
|
|||
Pertanian
|
1.469.418
|
1.613.949
|
144.531
|
9,84
|
Pertambangan dan
Penggalian
|
12.251
|
16.817
|
4.566
|
37,27
|
Industri
|
128.966
|
183.430
|
54.464
|
42,23
|
Listrik, Gas dan Air
Bersih
|
3.197
|
4.480
|
1.283
|
40,13
|
Konstruksi
|
99.865
|
137.388
|
37.523
|
37,57
|
Perdagangan
|
439.047
|
578.961
|
139.914
|
31,87
|
Angkutan dan
Komunikasi
|
155.976
|
214.592
|
58.616
|
37,58
|
Keuangan
|
24.654
|
33.919
|
9.265
|
37,58
|
Jasa
|
302.040
|
352.572
|
50.532
|
16,73
|
Jumlah
|
2.635.414
|
3.136.108
|
500.694
|
18,99
|
Sumber : Badan Pusat Statistik, Propinsi Sulawesi Selatan,
hasil olah data M.O.excel
2. Perkembangan
Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2006 - 2008
Perkembangan tenaga kerja di Indonesia berdasarkan tabel
14 dibawah menunjukkan bahwa pada kurun waktu 2006–2008 mengalami peningkatan
dalam menyerap tenaga kerja sebanyak 7.095.815 jiwa atau sekitar 7,43 %.
Peningkatan tenaga kerja tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan
penggalian sebanyak 146.949 jiwa atau mencapai 15,91 % selama 3 tahun terakhir.
Kemudian disusul oleh sektor kontruksi sebanyak 741.611 tenaga kerja atau mencapai
sebesar 15,78 %, kemudian juga disususl oleh sektor jasa sebanyak 1.743.917
tenaga kerja atau mencapai sekitar 15,35 %. Sektor yang mengalami penurunan
adalah sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 11,79 % dalam 3 tahun
terakhir atau sekitar 26.904 tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat pada tabel 14 berikut
ini :
Tabel 14: Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berumur 15 Tahun ke Atas
Yang Bekerja menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2006-2008
Lapangan Usaha
|
2006
|
2008
|
Perubahan
|
Perubahan
|
Absolut
|
(dalam %)
|
|||
Pertanian
|
40.136.242
|
41.331.706
|
1.195.464
|
2,97
|
Pertambangan dan
Penggalian
|
923.591
|
1.070.540
|
146.949
|
15,91
|
Industri
|
11.890.170
|
12.549.376
|
659.206
|
5,54
|
Listrik, Gas dan Air
Bersih
|
228.018
|
201.114
|
-26.904
|
-11,79
|
Konstruksi
|
4.697.354
|
5.438.965
|
741.611
|
15,78
|
Perdagangan
|
19.215.660
|
21.221.744
|
2.006.084
|
10,43
|
Angkutan dan
Komunikasi
|
5.663.956
|
6.179.503
|
515.547
|
9,10
|
Keuangan
|
1.346.044
|
1.459.985
|
113.941
|
8,46
|
Jasa
|
11.355.900
|
13.099.817
|
1.743.917
|
15,35
|
Jumlah
|
95.456.935
|
102.552.750
|
7.095.815
|
7,43
|
Sumber : Badan Pusat Statistik, Propinsi Sulawesi Selatan,
hasil olah data M.O.excel
B.
Pembahasan
Bahasan dari hasil analisis data pada table 12 dan 13,
menunjukkan sebanyak 195.904 tenaga kerja terserap dari pengaruh komponen nasional
share yang mengakibatkan propinsi Sulawesi Selatan mampu memberikan kontribusi
yang positif terhadap perekonomian nasional. Berdasarkan pengaruh ini sektor
pertanian tetap menjadi kontributor tenaga kerja terbesar, sehingga mampu
memberikan kontribusi yang positif terhadap laju pertumbuhan tenaga kerja
nasional. Ini juga diikuti sektor perdagangan dan sektor-sektor lain walaupun
kontribusinya tidak terlalu besar. Nilai positif ini mampu meningkatkan
perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan karena dapat diindikasikan bahwa semakin
banyak tenaga kerja terserap berdasarkan pengaruh nasional share maka
perekonomian daerah tersebut semakin maju, dengan terisinya sektor-sektor
perekonomian yang ada. Komponen proporsional shift (Pr,i) sebagai pengaruh
kedua, menunjukkan bahwa, terdapat 6
(enam) sektor yang bernilai positif dan ada 3 (tiga) sektor yang menunjukkan
angka negatif, artinya bahwa secara umum penyerapan tenaga kerja di tingkat
nasional mengalami peningkatan atau tumbuh dengan cepat kecuali pada 3 (tiga)
sektor yang tingkat pertumbuhannya tertinggal atau mengalami kemerosotan yaitu
sektor pertanian (-65.462), sektor industri (-2.436), serta sektor listrik,gas
dan air bersih (-614). Pengaruh komponen keunggulan komparatif sebagai pengaruh
ketiga dari analisis tenaga kerja propinsi Sulawesi Selatan menunjukkan pertumbuhan
yang positif. Semua sektor mempunyai nilai positif atau berkembang lebih cepat
daripada perkembangan sektor-sektor sejenis pada perekonomian nasional. Sektor
yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian yaitu sebanyak
100.764 jiwa. Diikuti sektor perdagangan sebanyak 94.078 tenaga kerja, kemudian
diikuti sektor industri sebanyak 47.314 tenaga kerja yang mempunyai nilai
perkembangan cukup besar dibandingkan sektor yang sama di tingkat nasional.
Secara keseluruhan (∆Er,i,t) tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor
– sektor ekonomi propinsi Sulawesi Selatan tumbuh lebih cepat dalam penyerapan
tenaga kerja dibanding sektor – sektor sejenis dalam perekonomian nasional.
Sektor pertanian dengan tenaga kerja sebanyak 144.531 jiwa merupakan sektor
yang memiliki kontribusi paling besar dalam penyerapan tenaga kerja di propinsi
Sulawesi Selatan pada tahun analisis 2006 – 2008. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk Sulawesi Selatan perekonomiannya masih mengandalkan sektor
pertanian.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan perhitungan dengan metode Shift
Share pada sektor – sektor ekonomi di propinsi Sulawesi Selatan yang
dianalisis dari kurun waktu tahun 2006 - 2008 diperoleh kesimpulan :
1. Tingkat
penyerapan tenaga kerja sektor – sektor ekonomi di propinsi Sulawesi Selatan tahun
2008 tumbuh lebih cepat dibanding sektor – sektor sejenis dalam perekonomian
nasional. Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi paling
besar dalam menyerap tenaga kerja yakni 144.531 jiwa, urutan kedua disumbangkan
oleh sektor perdagangan (139.914), kemudian sektor angkutan dan komunikasi (58.616),
sedang sektor yang terkecil kontribusinya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor
listrik, gas dan air bersih hanya sekitar 1.283 jiwa.
2.
Pada struktur perekonomian propinsi Sulawesi Selatan
kurun waktu 2006 – 2008 berdasarkan perubahan absolut tenaga kerja dan analisis
Shift Share sektor pertanian
merupakan kontributor penyerap tenaga kerja terbesar dan kini belum bergeser
kepada sektor-sektor ekonomi lainnya.
B.
SARAN
68
|
1. Kepada
Pemerintah agar lebih memaksimalkan potensi sektor – sektor perekonomian yang
potensial dan membuka lapangan usaha padat karya yang mampu menyerap tenaga
kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sektor potensial tersebut adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan
yang telah menyerap tenaga kerja lebih cepat daripada perekonomian nasional.
2.
Memantapkan dan meningkatkan sektor – sektor ekonomi non unggulan di propinsi Sulawesi
Selatan agar mampu memberdayakan sumber
daya manusianya, sehingga nantinya dapat menjadi sektor – sektor pemimpin yang
mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. Sektor-sektor non unggulan yang
potensial tersebut diantaranya sektor jasa, sektor angkutan dan komunikasi dan sektor
industri. Ketiga sektor ini apabila dikembangkan akan mampu menyerap tenaga
kerja yang lebih banyak guna menyokong pembangunan regional dan mengatasi
masalah-masalah ketenagakerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad,
lincolin. 1999. Pengantar Prencanaan dan
Pembangunan Ekonomi daerah. Yogyakarta: BPFE
Assad.2008.
Kontribusi Pendapatan Tenaga Kerja Wanita
PT. Panply Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Puty Kecamatan Bua Kabupaten
Luwu. Skripsi.Makassar:
Universitas Negeri Makassar
Badan
Pusat Staistik, “Keadaan Angkatan Kerja
di Indinesia, Tahun 2006-2008”, Badan Pusat Staistik Propinsi Sulawesi Selatan,
Makassar
Badan
Pusat Staistik, “Produk Domestik Regional
Bruto Sulawesi Selatan 2008”, Badan Pusat Staistik Propinsi Sulawesi Selatan,
Makassar
Badan
Pusat Staistik, “Sulawesi Selatan Dalam
Angka 2009”, Badan Pusat Staistik Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar
Budiharso,Teguh.2009.
Panduan Lengkap Penulisan Karya Ilmiah
”Skripsi, Thesis, dan Disertasi”.Yogyakarta:Venus
Dasrianti.2010.
Analisis Sektor Basis Dalam Pembangunan
Ekonomi Kabupaten Bone. Skripsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar
Hadijah.2008. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan
Penyerapan Tenaga Kerja Secara Sektoral di Sulawesi Selatan Periode 2005-2007. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin
Jaka,Nur,dkk.2007.
Intisari Ekonomi Untuk SMA. Bandung: CV. Pustaka Setia
Jhingan,M,L.
2008. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan.
Jakarta: PT. Radja Grafindo
Muhamad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.
Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada
Pasongli’,Ezri
Misran.2008. Analisis Penyerapan Tenaga
Kerja Sektor Informal di Kota Makassar. Skripsi.Makassar: Universitas Hasanuddin
Sukirno
sudono. 2006. Makro Ekonomi Teori
Pengantar. Jakarta. PT. Griya Grafindo Persada.
Suryana.2000.Ekonomi Pembangunan “Problematika dan
Pendekatan”. Jakarta: PT. Salemba Emban Patria
Taringan, Robinson. 2007. Ekonomi Regional. “Teori
dan aplikasi.” Jakarta: PT. Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar